Legislator Ungkap Sisi Paradoks Putusan MK yang Memisahkan Pemilu Nasional dan Daerah

3 hours ago 17

Legislator Ungkap Sisi Paradoks Putusan MK yang Memisahkan Pemilu Nasional dan Daerah

Facebook JPNN.com LinkedIn JPNN.com Whatsapp JPNN.com Telegram JPNN.com

Anggota Komisi II DPR Muhammad Khozin soal pemisahan antara Pemilu Nasional dan Daerah. Foto: Staf MKH

jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi II DPR RI Muhammad Khozin menganggap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bernomor 135/PUU-XXII/2024 bertentangan dengan ketetapan lembaga tersebut pada 2020.

Putusan yang dimaksud bernomor 55/PUU-XVII/2019 yang diucapkan pada 26 Februari 2020 yang menyatakan MK memberi enam opsi keserentakan pemilu. 

"Namun, putusan MK yang baru justru membatasi, ini paradoks,” kata Khozin di Jakarta, Jumat (27/6).

Putusan 135/PUU-XXII/2024 menyatakan pemilu serentak antara nasional dan wilayah tidak berlaku pada 2029.

Menurut Khozin, semestinya MK konsisten dengan putusan sebelumnya yang memberi pilihan kepada pembentuk aturan dalam merumuskan model keserentakan dalam UU Pemilu.

"Bahwa UU Pemilu belum diubah pascaputusan 55/PUU-XVII/2019 tidak lantas menjadi alasan bagi MK untuk lompat pagar atas kewenangan DPR. Urusan pilihan model keserentakan pemilu merupakan domain pembentuk UU,” kata legislator Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu.

Terlebih lagi, kata Khozin, MK dalam pertimbangan hukum angka 3.17 putusan nomor 55/PUU-XVII/2019 menyatakan lembaga tak berwenang menentukan model keserentakan pemilihan.

“Putusan 55 cukup jelas, MK dalam pertimbangan hukumnya menyadari urusan model keserentakan bukan domain MK, tetapi sekarang justru MK menentukan model keserentakan,” ujar legislator Dapil IV Jawa Timur (Jatim) itu. 

Anggota Komisi II DPR RI Muhammad Khozin menganggap putusan MK bernomor 135/PUU-XXII/2024 bertentangan dengan ketetapan ini. Apa itu?

JPNN.com WhatsApp

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Read Entire Article
| | | |