jpnn.com - Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Lingkungan Hidup/BPLH (KLH/BPLH) sedang memperjuangkan gagasan terkait perdagangan karbon dalam Konferensi Iklim COP30 di Brasil.
Dikutip dari siaran pers Kementerian Lingkungan Hidup, dijelaskan bahwa bicara perdagangan karbon, anda bisa membayangkan hutan sebagai paru-paru raksasa yang menyerap polusi (karbon dioksida).
Ketika hutan dijaga agar tidak ditebang, itu sama dengan "memproduksi" udara bersih. Nah, udara bersih yang dihasilkan itu ternyata punya nilai ekonomi.
Negara-negara maju atau perusahaan besar yang menghasilkan banyak polusi, butuh cara untuk "menebus dosa" lingkungan mereka. Salah satu caranya adalah dengan "membeli" udara bersih dari negara yang berhasil menjaga hutannya, seperti Indonesia.
Itulah yang disebut jual-beli karbon. Uang dari hasil penjualannya disebut Nilai Ekonomi Karbon (NEK).
Menteri Lingkungan Hidup/Kepala BPLH Hanif Faisol Nurofiq menegaskan bahwa uang dari hasil jual-beli karbon ini tidak boleh berhenti di pemerintah pusat.
Uang itu nharus mengalir langsung ke masyarakat yang selama ini menjadi garda terdepan penjaga hutan.
"Intinya, tata kelola karbon Indonesia bukan hanya tentang pengurangan emisi, tetapi juga tentang memastikan manfaat karbon dirasakan nyata oleh masyarakat di tingkat tapak," kata Menteri Hanif.






















































