
KabarJakarta.com — Kualitas udara di DKI Jakarta pada Jumat pagi (21/6) kembali memburuk, mencatatkan indeks yang mengkhawatirkan. Berdasarkan data dari situs pemantau kualitas udara IQAir pukul 05.47 WIB, Jakarta menempati posisi ketiga sebagai kota dengan kualitas udara terburuk di dunia.
Indeks Kualitas Udara (Air Quality Index/AQI) Jakarta tercatat pada level 159 dengan konsentrasi polusi udara PM2.5 mencapai 67,2 mikrogram per meter kubik. Angka ini menempatkan Jakarta dalam kategori “tidak sehat”, khususnya bagi kelompok rentan seperti anak-anak, lansia, dan penderita penyakit pernapasan.
Kondisi ini berdampak serius terhadap kesehatan manusia, hewan sensitif, serta berpotensi menimbulkan kerusakan ekosistem dan menurunkan nilai estetika lingkungan. Dalam situasi ini, masyarakat disarankan untuk membatasi aktivitas luar ruang, menggunakan masker, dan menutup ventilasi rumah untuk mencegah masuknya udara tercemar.
Sebagai perbandingan, kategori “baik” berada pada rentang PM2.5 antara 0–50, yang tidak menimbulkan risiko kesehatan. Sementara kategori “sedang” (51–100) mulai memengaruhi tumbuhan sensitif. Di atas itu, kategori “tidak sehat” (101–150), “sangat tidak sehat” (200–299), hingga “berbahaya” (300–500) menunjukkan peningkatan risiko kesehatan secara signifikan.
Di level global, Kota Kuwait (Kuwait) menempati posisi pertama kota dengan udara terburuk hari ini, dengan AQI sebesar 184. Disusul Kinshasa (Kongo) di posisi kedua (160), Jakarta di posisi ketiga (159), Lahore (Pakistan) di posisi keempat (155), dan Santiago de Chile (Cile) di posisi kelima (119).
Menanggapi kondisi tersebut, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta telah meluncurkan sistem pemantauan kualitas udara terintegrasi. Platform ini didukung oleh 31 Stasiun Pemantau Kualitas Udara (SPKU) yang tersebar di seluruh wilayah Jakarta, sebagai bagian dari upaya memperkuat sistem informasi lingkungan hidup berbasis data real-time.
Sistem baru ini merupakan pembaruan dari sistem sebelumnya dan telah disesuaikan dengan standar nasional. Data yang dihasilkan bersumber dari berbagai lembaga, termasuk DLH DKI Jakarta, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), World Resources Institute (WRI) Indonesia, serta Vital Strategies.
Melalui integrasi sistem ini, diharapkan kebijakan penanggulangan polusi udara di Ibu Kota dapat lebih tepat sasaran dan berbasis bukti, sembari terus mendorong partisipasi publik dalam menciptakan lingkungan yang sehat dan berkelanjutan.