jpnn.com, BANDA ACEH - Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) terus melakukan sejumlah langkah cepat dan strategis dalam merespons bencana hidrometeorologi di wilayah Aceh. Proses kegiatan belajar dan mengajar sebagian besar terhenti akibat kendala akses dan kondisi lingkungan.
Sebanyak 31 perguruan tinggi yang terdiri dari empat Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan 27 Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Aceh teridentifikasi terdampak bencana banjir dan longsor. Terhitung sebanyak 18.068 sivitas akademika terdampak dengan rincian dosen 1.183 orang, tenaga pendidik 1.111 orang dan mahasiswa 15.801 orang (data per Sabtu, 6 Desember 2025).
"Kemdiktisaintek saat ini terus melakukan koordinasi dengan perguruan tinggi dan pemerintah daerah setempat untuk mengumpulkan perkembangan data dampak bencana dan daftar bantuan untuk situasi darurat dan persiapan revitalisasi," kata Mendiktisaintek Brian Yuliarto, Selasa (9/12).
Terdapat tujuh perguruan tinggi di wilayah Aceh yang berperan sebagai kampus posko, antara lain Politeknik Negeri Lhokseumawe (PNL), Universitas Almuslim (Umuslim), Universitas Jabal Ghafur (Unigha), Universitas Malikussaleh (Unimal), Universitas Samudra (Unsam), Universitas Syiah Kuala (USK) dan Universitas Teuku Umar (UTU).
Perguruan tinggi di Aceh juga terus menunjukkan kepedulian nyata bagi masyarakat dan sivitas akademika yang terdampak. UTU dan Universitas Bina Bangsa Getsempena (UBBG) sama-sama membuka Posko Open Donasi Dana Amal untuk menghimpun bantuan berupa uang tunai dan paket sembako yang kemudian disalurkan guna meringankan beban korban banjir. Tim sukarelawan UTU juga menembus lokasi terdampak paling parah banjir di Beutong Ateuh Banggala.
USK turut mengerahkan tim medis dan residen dari berbagai spesialisasi ke RSUD di wilayah terdampak sebagai bagian dari layanan darurat pascabencana. USK juga membuka layanan dapur umum sejak 30 November 2025 serta menggerakkan mahasiswa untuk melakukan aksi solidaritas bersama korban di berbagai wilayah Aceh.
Unimal di Aceh Utara juga membuka dapur umum, sekaligus mengalihfungsikan auditoriumnya sebagai tempat mengungsi para mahasiswa yang terdampak bencana. Disediakan juga posko kesehatan bagi para pengungsi.
Pendirian posko dapur umum juga dilakukan oleh Institut Seni dan Budaya Indonesia (ISBI) Aceh, dengan menyediakan makanan dua kali sehari serta posko tanggap darurat.






















































