
KabarJakarta.com- Langkah berani Tim Penyidik pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) RI telah menetapkan 8 (delapan) orang tersangka dalam perkembangan penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian kredit PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (Bank BJB) dan PT Bank DKI Jakarta kepada PT Sri Rejeki Isman Tbk (PT Sritex) dan Entitas Anak Usaha.
Ketua LSM Triga Nusantara Indonesia (Trinusa) Jabar, Ait M Sumarna, menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya atas kinerja Jampidsus Kejaksaan Agung yang dinilai profesional, tegas, dan transparan dalam mengungkap kasus besar yang menyeret nama sejumlah mantan pejabat perbankan BUMD.
Para tersangka diduga menyetujui pencairan kredit jumbo kepada Sritex tanpa analisis risiko yang memadai dan tidak mengikuti prosedur perbankan yang semestinya.
Kredit itu, yang seharusnya dialokasikan untuk pengembangan usaha, justru diselewengkan oleh pihak Sritex, antara lain untuk membayar utang dan membeli aset-aset nonproduktif.
Siapa Gembong Selain Yuddy Renaldi di Bank BJB?
Eks Dirut Bank BJB Yuddy Renaldi ditetapkan sebagai tersangka di dua kasus yang berbeda, satu kasus dugaan mark up (penggelembungan) dana penempatan iklan Bank BJB Rp 1,1 triliun oleh KPK.
Dan tersangka kedua memberikan penambahan plafon kredit kepada PT Sritex sebesar Rp350 miliar rupiah oleh Kejagung RI.
“Dua kasus dugaan korupsi yang ditangani oleh KPK dan Kejagung yang melibatkan eks Dirut Yuddy Renaldi dapat disimpulkan bahwa yang bersangkutan termasuk “gembong” Bank BJB. Pertanyaan kami siapa gembong selain Yuddy Renaldi?,” kata Ait M Sumarna kepada KabarSunda (Grup KabarJakarta), Rabu, 23 Juli 2025.
Ait mengatakan, salah satu tersangka yang menjadi sorotan Trinusa, mantan Direktur Utama Bank BJB Yuddy Renaldi periode 2019 hingga Maret 2025 yang disebut-sebut perannya oleh Jampidsus Kejagung merupakan Komite Kredit Komite Pemutus, memutuskan untuk memberikan penambahan plafon kredit kepada PT Sritex sebesar Rp350 miliar.
Walaupun ia mengetahui dalam rapat komite kredit pengusul MAK, menyampaikan bahwa PT Sritex dalam laporan keuangannya tidak mencantumkan kredit existing sebesar Rp200 miliar.
Dan pada saat itu MTN PT Sritex akan jatuh tempo sehingga diusulkan pemberian kredit baru akan disetujui setelah PT Sritex membayar MTN yang jatuh tempo.
Tersangka lainnya, Benny Riswandi selaku Senior Executive Vice President (SEVP) PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (Bank BJB) periode 2019 hingga 2023.
Benny Riswandi selaku Komite Kredit Kantor Pusat IV (KK-KP IV) memiliki kewenangan untuk memutus nilai kredit modal Rp200 miliar, tidak melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai komite kredit sesuai dengan prinsip 5C (character, capacity, capital, collateral, and condition).
Dugaan kerugian negara akibat praktik korupsi ini mencapai Rp 1,08 triliun, dan para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 junto Pasal 18 Undang-Undang Tipikor, serta Pasal 55 ayat (1) KUHP.
KPK Lamban Usut Dana Iklan Bank BJB
Ait menyindir keras Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang hingga kini dinilai “mandek” dalam menangani dugaan korupsi dana iklan di Bank BJB.
“Sangat disayangkan, KPK terkesan tidak bergeming. Tidak ada transparansi, tidak ada progres berarti. Padahal publik menunggu. Apa benar kasus ini disandera? Kenapa sampai hari ini Ridwan Kamil belum juga diperiksa? Apakah ada tekanan kekuasaan atau kepentingan politik yang mengintervensi?,” ujar Ait.
Ia meminta agar KPK bisa bekerja transparan dan seberani Kejagung, tanpa pandang bulu terhadap siapa pun yang terlibat, termasuk tokoh-tokoh yang pernah menjabat di posisi strategis di Jawa Barat.
Desak Penegakan Hukum Tidak Tumpul Ke Atas
Ait mengingatkan bahwa kepercayaan publik terhadap lembaga penegak hukum terletak pada keberanian mereka menindak pelaku korupsi tanpa diskriminasi. hukum tidak boleh tumpul ke atas, apalagi berhenti hanya pada level pelaksana teknis.
LSM Trinusa Jabar akan terus mengawal proses hukum kedua kasus ini dan menyerukan partisipasi masyarakat sipil agar tidak tinggal diam melihat penegakan hukum yang timpang.
“Ketika Kejaksaan bisa membongkar skandal triliunan rupiah seperti kasus Sritex, maka KPK seharusnya bisa lebih dari itu. Tapi jika terus stagnan, publik akan mencurigai bahwa lembaga ini mulai kehilangan integritasnya,” pungkas Ait.