
KabarJakarta.com- Ketertarikan PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (BJB) untuk bisa menerima penempatan dana kas negara yang saat ini tersimpan di Bank Indonesia (BI), pupus sudah.
Pasalnya, Kementerian Keuangan bersikap selektif menempatkan dana kas negara ke bank-bank pembangunan daerah (BPD) yang ingin menyalurkan pembiayaan.
Apalagi, Bank BJB sedang dalam permasalahan hukum terkait kasus korupsi yang masih ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Sehingga tidak heran bila Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan, pemerintah tidak akan gegabah menempatkan kas negara ke BPD yang bermasalah.
Hal ini menyusul keinginan Bank Jawa Barat dan Banten (BJB) untuk mendapat kucuran dana kas negara.
“Saya belum bicara dengan Bank Jabar tapi kan, saya kan hati-hati betul menaruh uang itu, akan saya taruh di tempat yang betul-betul clean kalau ada kasus saya tunda dulu,” kata Menkeu Purbaya saat Media Gathering di Bogor, Jumat, 10 Oktober 2025.
Menkeu Purbaya menyatakan, pemerintah akan memastikan penempatan dana kas negara benar-benar berdampak pada penguatan ekonomi daerah.
Sejauh ini kata Purbaya, BPD yang berminat mendapat kas negara yakni Bank Jakarta dan Bank Jatim. Namun, pemerintah belum menentukan besaran dana yang akan disalurkan untuk dua BPD tersebut.
“Tapi detailnya nanti saya bicara dengan mereka, mereka siapnya berapa sih, jangan sampai ketakutan juga yang lain. Tapi kalau saya lihat sih itu harusnya sih positif ya,” ucap Purbaya.
“Kalau saya kasih uang dana dengan bunga rendah dibanding pasar, harusnya mereka positif bisa mereka channel dengan cepat ke BPD yang lain ataupun ke UKM-UKM di daerah-daerah tersebut,” sambungnya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Febrio Nathan Kacaribu mengeklaim, PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (BJB) tertarik menerima penempatan dana kas negara yang saat ini tersimpan di Bank Indonesia (BI).
Febrio mengatakan, Bank BJB menjadi daftar ketiga setelah Bank Jakarta dan Bank Jatim yang memang siap menerima dana kas negara.
“Bank Jatim kemarin udah ngomong ke Pak Menteri, Bank Jakarta juga, bahkan kalau nggak salah, saya denger-denger juga Bank BJB juga tertarik,” kata Febrio di Kantor DJP, Kamis, 9 Oktober 2025.
Febrio menyatakan, pemerintah akan meninjau ulang kesiapan Bank Pembangunan Daerah (BPD) yang ingin mendapat dana kas pemerintah tersebut.
Namun yang pasti, langkah Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa dalam menyalurkan dana kas negara ke Bank Himbara menjadi pembangkit untuk BPD.
“Nanti kita lihat, tapi ini kita lihat cara bekerjanya dari pengelolaan kas, ini tetap pengelolaan kas.
Sehingga modalitas yang sudah kita tawarkan, ini ternyata menarik bagi mereka, ya kita gunakan. Dan seperti yang kita duga, ini memang menarik bagi mereka,” terang Febrio.
Seperti diketahui dalam kasus ini, KPK telah menetapkan 5 orang sebagai tersangka. Mereka yang telah menjadi tersangka adalah:
- Yuddy Renaldi selaku Direktur Utama BJB.
- Widi Hartoto selaku Pimpinan Divisi Corporate Secretary BJB.
- Ikin Asikin Dulmanan selaku pemilik agensi Antedja Muliatama dan Cakrawala Kreasi Mandiri.
- Suhendrik selaku pemilik agensi BSC dan Wahana Semesta Bandung Express.
- R. Sophan Jaya Kusuma selaku pemilik agensi Cipta Karya Mandiri Bersama dan Cipta Karya Sukses Bersama.
Kasus ini terkait dengan dugaan korupsi penempatan iklan BJB di media pada 2021-2023. Diduga ada kongkalikong dari pihak BJB dengan agensi iklan untuk mengakali pengadaan iklan tersebut.
Dari sekitar Rp 300 miliar yang dianggarkan, diduga hanya Rp 100 miliar yang benar-benar dipakai untuk iklan di media.
Terdapat selisih Rp 222 miliar yang kemudian fiktif. Dana tersebut diduga kemudian digunakan pihak BJB untuk memenuhi kebutuhan dana non-bujeter.
KPK tengah mendalami sosok penggagas dana non-bujeter itu, termasuk soal peruntukannya. Aliran dana non-bujeter itu pun tengah ditelusuri.
Dalam penyidikan kasus ini, KPK menggeledah rumah mantan Wali Kota Bandung dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil serta kantor pusat BJB. Ridwan Kamil mengaku kooperatif dengan proses yang dilakukan KPK.
Para tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Tipikor. Kelima tersangka sudah dicegah ke luar negeri tetapi belum ditahan.
Kasus Pemberian Kredit ke PT Sritex