Ketua PN Jaksel Jadi Tersangka Suap Putusan Lepas Korupsi Ekspor CPO

2 weeks ago 24
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus atau Dirdik Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar.

KabarJakarta.com — Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta (MAN), sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap dan/atau gratifikasi terkait putusan lepas (ontslag) perkara korupsi ekspor minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO).

Penetapan dilakukan pada Sabtu malam (12/4), dan diumumkan langsung oleh Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Abdul Qohar dalam konferensi pers di Jakarta.

“MAN diduga menerima uang suap sebesar Rp60 miliar dari tersangka MS dan AR selaku advokat untuk mengatur agar putusan perkara korupsi ekspor CPO dijatuhkan ontslag,” ungkap Qohar.

Perbuatan itu dilakukan MAN saat masih menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat. Uang diserahkan melalui tersangka Wahyu Gunawan (WG), Panitera Muda Perdata PN Jakarta Utara yang disebut sebagai orang kepercayaan MAN.

Kejagung saat ini tengah mendalami aliran dana suap tersebut, termasuk kemungkinan mengalir ke majelis hakim yang memutus perkara pada 19 April 2022 di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. Hakim yang terlibat yakni Djuyamto (ketua majelis), serta anggota Ali Muhtarom dan Agam Syarief Baharudin.

“Tim kami sedang melakukan penjemputan terhadap para hakim tersebut, salah satunya sedang berada di luar kota,” tambah Qohar.

Perkara yang menjadi sorotan publik ini melibatkan tiga korporasi besar PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group yang ditetapkan sebagai terdakwa oleh jaksa dalam kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO saat ekspor sempat dilarang oleh pemerintah.

Meski majelis hakim menyatakan ketiga korporasi terbukti melakukan perbuatan sebagaimana dakwaan jaksa, mereka dilepaskan dari tuntutan hukum dengan putusan ontslag karena dinilai bukan merupakan tindak pidana.

Putusan itu sekaligus memerintahkan pemulihan seluruh hak dan martabat hukum korporasi tersebut.

Merespons putusan lepas itu, Kejagung telah mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung karena menganggap ada kekeliruan penerapan hukum oleh majelis hakim.

Muhammad Arif Nuryanta kini dijerat dengan pasal-pasal berlapis dalam UU Tindak Pidana Korupsi, termasuk Pasal 12 huruf c, Pasal 5 ayat (2), dan Pasal 11, yang seluruhnya diancam hukuman berat, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP karena diduga melakukan perbuatan bersama-sama.

Kejagung menegaskan akan mengusut tuntas perkara ini hingga menyentuh semua pihak yang terlibat, termasuk kemungkinan adanya keterlibatan institusi lain di lingkungan peradilan.

Kasus ini menjadi pukulan telak bagi citra lembaga peradilan Indonesia, dan memperlihatkan potensi korupsi di balik proses hukum yang seharusnya menjadi benteng terakhir keadilan.

Read Entire Article
| | | |