Menjaga Rimbun Mangrove Kalimantan untuk Rumah Bekantan

19 hours ago 2
(Int)

KabarJakarta.com — Suasana sore di Desa Babulu Laut, Kecamatan Babulu, Kabupaten Penajam Paser Utara, terasa hening saat Fifi dan rombongannya menyusuri perairan asin menggunakan perahu motor. Sepuluh menit sejak keberangkatan dari permukiman penduduk, mereka tiba di kawasan yang dikelilingi pohon mangrove. Pemandangan ini menjadi pengingat akan pentingnya ekosistem mangrove di pesisir Kalimantan.

Fifi, seorang pengurus Yayasan Planet Urgensi Indonesia (YPUI), menunjuk pepohonan mangrove di sisi kiri yang berbatasan dengan Pulau Tanjung Tanah. Di balik vegetasi tersebut, terdapat tambak-tambak yang dikelola penduduk. “Pohon-pohon yang mati itu disiapkan lahannya untuk tambak,” jelasnya. Sejak lulus dari Universitas Gadjah Mada, Fifi aktif dalam restorasi dan rehabilitasi mangrove, yang kini menjadi salah satu fokus YPUI di wilayah Babulu Laut.

Mangrove di kawasan ini menghadapi tantangan besar. Data YPUI mencatat bahwa sejak 1995, pembukaan lahan untuk tambak telah berlangsung masif. Masyarakat yang mengandalkan tambak sebagai mata pencaharian mengubah hutan mangrove menjadi areal budidaya ikan dan udang. Akibatnya, intrusi air laut dan abrasi semakin meluas. “Kondisi ini menjadi dasar intervensi rehabilitasi mangrove oleh YPUI,” kata Fathurahmah, koordinator program YPUI di Kalimantan Timur. Kawasan tersebut juga berdekatan dengan Ibu Kota Nusantara (IKN), sekitar 80 kilometer.

Mangrove bukan sekadar pelindung dari abrasi. Ekosistem ini menjadi rumah bagi keanekaragaman hayati, termasuk Bekantan, primata berhidung panjang yang hanya ditemukan di Pulau Kalimantan. Spesies bernama latin Nasalis larvatus ini masuk dalam daftar satwa yang terancam punah (endangered) menurut IUCN. Sayangnya, degradasi habitat akibat konversi lahan mengisolasi populasi Bekantan di kawasan Babulu Laut.

Kamis sore, 9 Januari, Fifi dan rombongan mencoba mengamati keberadaan Bekantan di salah satu kantung habitat tersisa. Namun, pengamatan itu belum membuahkan hasil hingga mereka kembali ke kampung sebelum hari gelap.

Keesokan harinya, upaya dilanjutkan. Fathurahmah menjelaskan bahwa dua kantung habitat Bekantan di Babulu Laut kini terpisah belasan kilometer. “Jarak antar kantung cukup jauh, membuat populasi Bekantan terisolasi,” ungkapnya. Habitat yang tersisa hanya mencakup 70 hektare atau sekitar 20 persen dari hutan mangrove sebelumnya.

Tri Atmoko, peneliti primata dari BRIN, menegaskan bahwa kelangsungan hidup Bekantan sangat tergantung pada habitatnya. “Ancaman terbesar adalah kerusakan dan penurunan luas habitat,” ujarnya. Banyak habitat Bekantan berada di luar kawasan konservasi, sehingga rentan terhadap kerusakan.

Saat menyusuri hutan, tim akhirnya melihat Bekantan di alam liar. Seekor Bekantan dewasa tampak memanjat pohon, seolah mengawasi kelompoknya. Warna bulu kuning kecokelatan dan hidungnya yang besar menarik perhatian para pengamat. Aktivitas primata ini diamati selama 30 menit dari jarak 20 meter.

Kesadaran masyarakat Babulu Laut tentang pentingnya mangrove semakin tumbuh. Wasmin, seorang petani tambak, menanam mangrove di tambaknya yang seluas 4 hektare. “Awalnya karena gagal panen akibat keasaman lahan. Sekarang pohon mangrove ini justru menjadi benteng tambak,” katanya. Tambaknya kini menghasilkan hingga 1 ton ikan per panen.

Pemerintah Desa Babulu Laut juga mendukung pelestarian mangrove dengan peraturan desa. “Pelaku perusakan wajib menanam kembali mangrove sepuluh kali lipat dari jumlah yang dirusak,” jelas Pirman, Sekretaris Desa Babulu Laut.

Sejak September 2024, YPUI bersama masyarakat telah menanam 75.000 pohon mangrove di pesisir Pulau Tanjung Tanah. Jenis mangrove yang ditanam, seperti Sonneratia (dikenal sebagai pidada atau perepat), merupakan sumber pakan favorit Bekantan.

Populasi Bekantan di Babulu Laut diperkirakan tinggal 27 individu. Upaya rehabilitasi mangrove menjadi langkah penting untuk mempertahankan keberadaan primata endemik ini. Kolaborasi berbagai pihak menunjukkan bahwa masih ada harapan untuk memulihkan ekosistem pesisir Kalimantan.

Tujuan akhir dari semua upaya ini adalah menciptakan lingkungan pesisir yang mendukung kehidupan manusia dan satwa liar. Dengan menjaga rimbun mangrove, masyarakat Kalimantan berkomitmen mempertahankan rumah bagi Bekantan dan keanekaragaman hayati lainnya.

Read Entire Article
| | | |