
KabarJakarta.com — Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menegaskan keyakinannya untuk menyelesaikan konflik yang kerap terjadi dalam kepengurusan Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (P3SRS), seiring diberlakukannya kewenangan baru sesuai dengan Peraturan Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (Permen PKP) Nomor 4 Tahun 2025.
“Sesuai Permen PKP Nomor 4 Tahun 2025, kami memiliki ruang untuk menyusun peraturan daerah yang mengatur pengelolaan rumah susun, pembentukan P3SRS, serta penerapan sanksi administratif,” ungkap Mukti Andriyanto, Pelaksana Tugas Kepala Bidang Regulasi dan Peran Serta Masyarakat Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman DKI Jakarta, di Jakarta, Kamis.
Permen tersebut mengatur secara komprehensif pengelolaan rumah susun milik, pembentukan P3SRS, dan aspek teknis terkait iuran pengelolaan rumah susun, termasuk Iuran Pengelolaan Lingkungan (IPL).
Mukti menjelaskan bahwa selama ini penyelesaian konflik pembentukan P3SRS kerap ditempuh melalui jalur mediasi. Namun, tak jarang persoalan tersebut berlarut-larut dan akhirnya harus diselesaikan di ranah hukum.
Menurutnya, sebagian besar konflik muncul akibat pelanggaran Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) yang menjadi landasan pembentukan P3SRS. Oleh sebab itu, penyelesaian idealnya adalah mengembalikan persoalan pada ketentuan AD/ART yang berlaku di masing-masing rusun atau apartemen.
Sejalan dengan Pasal 92 ayat 3 Permen PKP 4/2025, Mukti menjelaskan pemerintah pusat dan daerah berperan menampung pengaduan masyarakat, memfasilitasi penyelesaian masalah pengelolaan rusun, dan memberikan rekomendasi solutif.
Ia mencontohkan sejumlah kasus pembentukan P3SRS yang tengah ditangani, antara lain di Apartemen City Garden, Pancoran Riverside, Puri Park View, serta Kota Kasablanka. Konflik yang dihadapi meliputi isu transparansi pengelolaan keuangan P3SRS, kenaikan IPL dan penerapan sanksi, hingga persoalan teknis seperti hak atas tanah dan perubahan desain.
Untuk menekan permasalahan, Pemprov DKI telah melakukan pemanggilan terhadap pelaku pembangunan hingga merekomendasikan pencabutan izin usaha melalui Perizinan Terpadu Satu Pintu (PTSP) sebagai sanksi administratif.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Persatuan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Indonesia (P3RSI), Adjit Lauhatta, menegaskan kesiapan organisasinya menjadi mitra kritis pemerintah dalam menanggapi regulasi terkait pengelolaan rumah susun, termasuk pembentukan P3SRS.
P3RSI sebelumnya sukses mengadvokasi kebijakan Ditjen Pajak yang menetapkan bahwa IPL bukan objek pajak, serta berperan dalam merumuskan solusi kenaikan tarif air minum PAM Jaya untuk rumah susun. Melalui komunikasi intensif, P3RSI dan PAM Jaya menandatangani MoU penagihan langsung ke unit hunian agar P3SRS tidak terbebani tarif batas atas.
Ahli regulasi rumah susun, Ilham Hermawan, menambahkan bahwa pemerintah daerah memiliki kewenangan menyusun pedoman AD/ART, melakukan pelaporan masalah rusun ke pemerintah pusat secara berjenjang, dan menerapkan sanksi administratif bagi pelaku pembangunan, panitia pembentukan P3SRS, serta pengurus P3SRS yang melanggar ketentuan.
Meski demikian, menurut Ilham, penyelesaian sengketa yang dilakukan pemerintah daerah terbatas pada sengketa internal P3SRS setelah terbentuk, dengan mekanisme penyelesaian yang sudah diatur di dalam AD/ART masing-masing organisasi.
Dengan landasan regulasi yang jelas dan sinergi antar pemangku kepentingan, Pemprov DKI optimistis konflik pengelolaan P3SRS dapat diatasi secara efektif dan berkelanjutan.