Ketua LSM Trinusa Jawa Barat, Ait M Sumarna saat demo terkait kasus Iklan BJB di KPK. (dok KabarSunda)
KabarJakarta.com- Penuntasan kasus Iklan BJB yang terindikasi korupsi sampai sekarang oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jalan di tempat. Bahkan KPK terkesan bermain pencitraan dalam penuntasan kasus iklan BJB.
“Sedikit hilang dari perhatian publik, KPK mencicil mengeluarkan inilah, itulah. Sehingga publik bertanya-tanya ada apa dibalik pengungkapan skandal iklan BJB? Bahkan tidak ada pengembangan terbaru dari kasus ini,” kata Ait M Sumarna, Ketua LSM Trinusa Jabar kepada KabarSunda (grup KabarJakarta), Kamis, 6 November 2025.
Menurut Ait, perkara pokok justru dikesampingkan oleh KPK, tapi bukan perkara pokok dalam kasus dugaan korupsi iklan BJB Lisa Mariana dan Ilham Akbar Putra malah dibesar-besarkan.
“Sampai saat ini para tersangka yang berjumlah 5 orang belum ditahan, dan progres kasus terhadap mantan Gubernur Jabar Ridwan Kamil dan eks anggota BPK Ahmadi Noor Supit juga jalan di tempat. Mengapa RK belum ditahan?,” tandas Ait.
Ait menambahkan, pihaknya tetap mengawal kasus ini, bahkan mendesak KPK tidak berlama-lama dalam menuntaskan dugaan korupsi iklan Bank BJB
“Kasus dugaan korupsi dana iklan di Bank BJB kembali kami pertanyakan kepada KPK. Kita mendesak KPK untuk segera memberikan kejelasan atas penanganan perkara yang disebut-sebut melibatkan Ridwan Kamil,” tegasnya.
Publik berhak tahu mengapa hingga kini Ridwan Kamil belum pernah dipanggil atau diperiksa oleh KPK, padahal dugaan keterlibatannya telah beredar luas sejak awal kasus ini mencuat.
“Ada kesan tebang pilih dalam penegakan hukum. Ketika nama besar disebut, prosesnya seolah berjalan di tempat,” tuding Ait.
Trinusa menilai, dugaan korupsi dana iklan Bank BJB bukan perkara kecil. Dana publik yang dikelola bank daerah itu seharusnya digunakan untuk memperkuat ekonomi masyarakat, bukan untuk kepentingan politik atau pencitraan pejabat.
“Kita tidak ingin Bank BJB berubah fungsi menjadi mesin politik bagi pejabat daerah. Transparansi harus ditegakkan,” ujar Ait.
Trinusa juga menyoroti kasus kredit macet PT Sritex di Bank BJB yang kini tengah diusut oleh Kejaksaan Agung RI. Namun, hingga kini belum ada perkembangan signifikan.
“Kejaksaan harus menjelaskan kepada publik sejauh mana kasus Sritex ini berjalan. Jangan hanya ditunjukkan di awal, lalu menguap tanpa arah,” katanya.
LSM Trinusa menilai lambannya penanganan dua kasus besar tersebut menimbulkan pertanyaan serius: apakah ada kekuatan politik atau ekonomi yang menekan aparat penegak hukum? Dalam pandangan Ait, diamnya lembaga penegak hukum justru merusak kepercayaan publik terhadap sistem peradilan.
“Ketika rakyat sudah pesimis pada hukum, yang runtuh bukan hanya keadilan, tapi juga moral bangsa,” tambahnya dengan nada keras.
Sebagai organisasi masyarakat yang fokus pada pengawasan publik dan pemberantasan korupsi, Trinusa menegaskan akan terus mendorong transparansi dan akuntabilitas di sektor perbankan daerah.
“Bank BJB bukan milik elite, tapi milik rakyat Jawa Barat. Kami akan kawal sampai tuntas,” pungkas Ait.
Catatan LSM Triga Nusantara Indonesia (Trinusa) Dewan Perwakilan Daerah Jawa Barat:
Kasus dugaan korupsi dana iklan Bank BJB dan kredit bermasalah PT Sritex menjadi ujian bagi integritas lembaga hukum di Indonesia.
Jika penegakan hukum kembali tersandera oleh kepentingan politik, maka pesan yang sampai ke publik hanya satu: hukum belum berpihak kepada keadilan, melainkan kepada kekuasaan.
Dalam kasus iklan ini, KPK telah menetapkan lima orang sebagai tersangka, yakni:
- Yuddy Renaldi selaku Direktur Utama BJB.
- Widi Hartoto selaku Pimpinan Divisi Corporate Secretary BJB.
- Ikin Asikin Dulmanan selaku pemilik agensi Antedja Muliatama dan Cakrawala Kreasi Mandiri.
- Suhendrik selaku pemilik agensi BSC dan Wahana Semesta Bandung Ekspress.
- R. Sophan Jaya Kusuma selaku pemilik agensi Cipta Karya Mandiri Bersama dan Cipta Karya Sukses Bersama.
Kasus ini terkait dengan dugaan korupsi penempatan iklan BJB di media pada 2021-2023. Diduga ada kongkalikong dari pihak BJB dengan agensi iklan untuk mengakali pengadaan iklan tersebut.
Dari sekitar Rp 300 miliar yang dianggarkan, diduga hanya Rp 100 miliar yang benar-benar dipakai untuk iklan di media.
Terdapat selisih Rp 222 miliar yang kemudian fiktif. Dana tersebut diduga kemudian digunakan pihak BJB untuk memenuhi kebutuhan dana non-bujeter.
KPK tengah mendalami sosok penggagas dana non bujeter itu, termasuk soal peruntukannya. Aliran dana non bujeter itu pun tengah ditelusuri.
Dalam penyidikan kasus ini, KPK menggeledah rumah mantan Gubernur Jabar Ridwan Kamil serta kantor pusat BJB. Ridwan Kamil mengaku kooperatif dengan proses yang dilakukan KPK.
Para tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Tipikor. Kelima tersangka sudah dicegah ke luar negeri tetapi belum ditahan.

3 hours ago
10













































